Latest News
You are here: Home | World | Indonesia Batasi Ekspor Batubara Maksimal 450 Juta Ton
Indonesia Batasi Ekspor Batubara Maksimal 450 Juta Ton

Indonesia Batasi Ekspor Batubara Maksimal 450 Juta Ton

Duniaindustri.com (Oktober 2014) – Pemerintah akan membatasi produksi batubara dalam beberapa tahun ke depan antara 425 juta hingga maksimal 450 juta ton per tahun.

Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM R Sukhyar, mengatakan bahwa pemerintah berkomitmen menjaga keberlangsungan manfaat batubara bagi rakyat Indonesia dalam jangka panjang.

“Pengendalian produksi ini penting. Istilahnya di-’eman-eman’ atau konservasi untuk anak dan cucu nanti,” katanya.

Menurut dia, kalau produksi dikendalikan di kisaran 425 juta-450 juta ton, maka diperkirakan cadangan batubara baru habis di atas 100 tahun ke depan. Namun, lanjutnya, pemerintah tidak berencana menghentikan ekspor batubara.

“Kami hanya mengurangi ekspor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri yang naik, sementara di sisi lain produksi tetap,” katanya.

Ia juga mengatakan pengendalian produksi sudah sesuai draf Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang mengamanatkan pengurangan ekspor batubara dan memperbanyak penggunaannya di dalam negeri.

“Pemerintah akan memprioritaskan penggunaan batubara di dalam negeri, kalau ada sisa baru diekspor. Kedua, kalau ada ’emergency’, maka kebutuhan pertama adalah untuk dalam negeri,” katanya.

Sukhyar juga menambahkan manfaat pengendalian produksi batubara lainnya adalah menjaga harga tidak menurun akibat produksi melimpah.

“Kalau harga rendah, rugi kita. Jadi, buat apa kita genjot produksi sekarang, tapi harga murah,” katanya. Pengendalian produksi, lanjutnya, juga untuk menjaga lingkungan.

Pada tahun 2014, pemerintah menargetkan produksi batubara mencapai 390 juta ton. Sementara, pada tahun 2015, ditargetkan sebesar 425 juta ton.

Saat ini, harga batubara tengah merosot hingga sekitar US$ 60 per ton dari sebelumnya di atas US$ 100 per ton.

Produksi batubara Indonesia pada kuartal I 2014 mencapai 110 juta ton, menurut data Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Ditjen Minerba) Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM). Jumlah tersebut setara 25% dari target tahunan 2014. Sejalan dengan itu, prospek saham-saham batubara masih menunggu harga komoditas emas hitam ini rebound.

Direktur Jenderal Minerba R Sukhyar mengatakan, jumlah produksi batu bara tersebut seperempat dari target tahun ini yaitu 421 juta ton. “Produksi batu bara 110 juta ton, ini berarti seperempat, target kita 421 juta ton,” kata Sukhyar dalam keterangan pers.

Sukhyar menambahkan, dari hasil produksi 110 juta ton, 81 juta ton produksi batu bara diekspor dan 29 juta ton diserap dalam negeri. Sukhyar mengungkapkan, untuk harga batu bara paling rendah US$ 19 per ton dan tertinggi US$ 74 per ton. “Sebanyak 81 juta ekspor, 29 juta dalam negeri, paling rendah 19 dolar, paling tinggi 74,” ungkapnya.

Menurut Sukhyar, dengan harga yang rendah tersebut menyulitkan pengusaha memproduksi batu bara. Pasalnya biaya produksi masih di atas harga penjualan. “Biaya produksi di atas US$ 25, kalau harga US$ 25 jual US$ 19 perton pelaku usaha kesulitan memproduksi batu bara,” tutur dia.

Direktur Batubara Ditjen Minerba Kementerian ESDM Edy Prasodjo menambahkan, produksi batu bara tersebut sama besarannya seperti periode yang sama tahun lalu, pada kisaran 105 juta ton.

“Tahun lalu kuartal satu 105 juta ton kurang lebih samalah, jadi kalau untuk ekspornyakan ada yang dari PKP2B ada yang IUP,” pungkas dia.

Melihat perkembangan sektor industri batu bara di tahun 2014, Indonesia harus memandang dari beberapa sudut pandang. Pertama, sektor pertambangan batu bara berada dalam posisi yang cukup menarik, di mana para penanam modal menjadikan batu bara sebagai alternatif investasi.

Hal tersebut mengingat dalam dua tahun terakhir, harga barang tambang ini cenderung melemah. Kondisi pelemahan ini kemudian menjadi kesempatan yang menarik bagi investor.

“Batu bara tahun depan akan menguat di Australia dan Belanda itu memberikan sinyal positif bagi Indonesia. Walau banyak energi alternatif dan energi terbarukan yang akhir-akhir ini ditemukan, tidak bisa serta-merta menggantikan batu bara,” ujar pengamat pasar modal Lucky Bayu.

Bayu menyampaikan, pada kondisi ini kebijakan atau regulasi yang dibuahkan dari industri batu bara akan berdampak positif karena harga acuan meningkat, salah satunya tentang peraturan pembangunan smelter. Pada kuartal pertama, Bulan Januari sampai dengan Maret harga batu bara sudah mulai akan naik. Melalui menguatnya harga batu bara tersebut, memberikan indikasi bahwa nantinya konsumsi barang tambang satu ini juga akan mengalami penguatan di dalam negeri.

“Ini akan membawa angin segar bagi pengusaha batu bara baik nasional, maupun internasional. Untuk jual ke luar negeri ini marginnya baik, di dalam juga naik, karena smelter ini kan untuk mendorong produksi batu bara nasional,” tambah Lucky.

Melihat kondisi tersebut, Lucky menyampaikan bahwa hendaknya para pelaku industri dan juga pihak-pihak terkait menyambut baik kebijakan pemerintah untuk mewajibkan setiap industri tambang mempunyai smelter terhitung Januari 2014 nanti.

“Tidak ada yang dirugikan dalam skenario ini, selama harga positif, kuota dalam negeri terpenuhi, ke luar negeri juga. Dan kenapa di dalam negeri harus terpenuhi, karena smelter ini fungsinya untuk mendorong produksi dan konsumsi dalam negeri,” tandasnya.

Meski harga dan besaran ekspor batu bara di 2014 diprediksi akan mulai menanjak, bukan berarti ada jaminan bahwa hal tersebut akan berjalan seratus persen. Efek pembangunan smelter, dapat dilihat, apakah kebijakan ini cukup berpengaruh terhadap perkembangan industri pertambangan, makin memperburuk, atau tidak berefek apa-apa.

“Kajian tersebut akan mengalami koreksi pada Bulan Maret , kuartal I, nanti kita lihat apakah mereka mengalami koreksi atau tidak,” tambahnya.(*/berbagai sumber)