Latest News
You are here: Home | Agroindustri | Harga CPO Anjlok hingga Terendah dalam 5 Tahun Terakhir
Harga CPO Anjlok hingga Terendah dalam 5 Tahun Terakhir

Harga CPO Anjlok hingga Terendah dalam 5 Tahun Terakhir

Duniaindustri.com (Agustus 2015) – Harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) merosot paling dalam sejak 2009 atau lima tahun terakhir menyusul stok kedelai, sebagai minyak alternatif/substitusi CPO, mencapai rekor sehingga dapat membatasi permintaan CPO secara global. Harga CPO turun 19% ke level US$ 671 per ton secara year to date.

“Spread (selisih) harga CPO dan minyak kedelai menjadi sangat sempit. Ini akan menambah tekanan terhadap harga CPO,” kata Hiro Chai, associate director di CIMB Futures Sdn. di Kuala Lumpur.

Apalagi, produksi CPO secara global dalam tren naik hingga September. Kondisi itu akan memperparah tekanan terhadap harga CPO global.

Sejak hampir sebulan terakhir, harga CPO tersungkur akibat kecemasan atas perlambatan global akan mengurangi permintaan makanan dan bahan bakar. Sinyal yang menunjukkan kondisi ini adalah penurunan ekspor sawit Malaysia.

Menurut data Intertek, ekspor Malaysia turun 13% menjadi 363.975 ton pada 10 hari pertama bulan Juli dibandingkan periode sama bulan sebelumnya. Sementara Societe Generale de Surveillance memperkirakan, jumlah pengirimannya pun turun 22% menjadi 331.978 ton.

“Ini mengirim sinyal negatif ke pasar bahwa permintaan bisa lebih rendah bulan ini,” kata Alan Lim Seong Chun, Analis Kenanga Investment Bank Bhd. di Kuala Lumpur.

Dia menambahkan, kemungkinan India dan Bangladesh sudah selesai memborong persediaan CPO untuk menyambut bulan Ramadhan. Pembelian minyak goreng dari India kemungkinan akan turun untuk pertama kalinya dalam lima bulan terakhir Juni ini. Prediksi analis dan produsen yang disurvei Bloomberg, impor minyak goreng India turun dari 862.550 ton setahun lalu menjadi 850.000 ton. Importir menahan pembelian lantaran kurs rupee anjlok ke rekor terendahnya.

Di sepanjang semester I 2014, perdagangan ekspor CPO dan turunannya asal Indonesia menurun jika dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Volume ekspor CPO dan turunannya pada semester I 2014 hanya mampu mencapai 9,8 juta ton atau turun 7,7 persen dibandingkan tahun lalu yang sebesar 10,6 juta ton.

Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Fadhil Hasan mengatakan, pada saat Ramadan biasanya permintaan akan minyak sawit akan meningkat signifikan diikuti dengan kenaikan harga. Namun pada tahun ini ternyata, permintaan CPO dan turunannya asal Indonesia masih di bawah ekspektasi.

“Namun demikian terdapat kenaikan ekspor CPO ke beberapa negara. Seperti sudah kami prediksi kenaikan permintaan akan minyak sawit yang datang dari negara yang berpenduduk mayoritas muslim karena adanya peningkatan konsumsi selama Ramadan dan hari raya,” ujarnya.

Fadhil menjelaskan kenaikan permintaan yang sangat signifikan datang dari Bangladesh dimana volume ke negara tersebut tercatat meningkat 55 persen dibandingkan bulan lalu dari 116 ribu ton menjadi 180 ribu ton.

“Kenaikan permintaan juga datang dari Pakistan dimana volume ekspor tercatat meningkat 10 persen dibandingkan bulan sebelumnya dari 145 ribu ton menjadi 160 ribu ton,” jelasnya.

Sementara itu, kenaikan permintaan yang cukup signifikan juga terjadi ke negara non-basis muslim Uni Eropa dimana negara-negara di kawasan tersebut membukukan peningkatan ekspor sebesar 37 persen dibanding dengan Juni dari 277,4 ribu ton menjadi 381 ribu ton.

Kenaikan permintaan China sebesar 9 persen dan India hanya membukukan kenaikan permintaan sebesar 3 persen. “Namun AS mencatatkan pengurangan permintaan CPO dan turunannya asal Indonesia sebesar 27 persen dibandingkan bulan Mei dari 36 ribu ton menjadi 26,5 ribu ton,” tandasnya.

GAPKI memproyeksikan produksi kelapa sawit nasional pada tahun 2014 akan meningkat 7,7% menjadi sekitar 28 juta ton dari tahun 2013 hanya 26 juta ton. Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Joko Priyono mengatakan kenaikan produksi tersebut lebih besar 2 juta ton dari tahun 2013.

“Kita berharap produksi pada 2014 mencapai antara 27,5 juta ton – 28 juta ton atu naik sekitar 2 juta ton dari pada produksi 2013 yang hanya 26 juta ton,” ujar Djoko pada Press Conference Refleksi Industri Sawit Tahun 2013 dan Prospek Tahun 2014.

Namun demikian, menurut Djoko peningkatan produksi tersebut tidak mencukupi dibandingkan dengan permintaan. Pasalnya ada kaitan dengan kondisi global. “Namun permintaan dunia belum sepenuhnya pulih dan normal. Sebabnya kebijakan beberapa negara terutama Indonesia dan Malaysia yang akan meningkatkan konsumsi dalam negeri biofuelnya akan menjadi faktor penentu perkembangan kelapa sawit 2014,” ucap Djoko.

Djoko menerangkan permintaan global yang belum kondusif akan ada perimbangan baru pada domestik. Harapan pada domestik tertuju pada mandatory biodiesel atau biofuel sebesar 10% untuk mensubstitusi ke solar. “Diperkirakan Indonesia akan menambah pasokan konsumsi CPO sebesar 3,3 juta ton untuk biofuels,” jelasnya.

Komoditas kelapa sawit merupakan penyumbanh devisa negara terbesar untuk komoditas perkebunan. Hal ini dapat dilihat dari nilai ekspor produk kelapa sawit dan turunannya mencapai US$ 11,61 milyar naik 17,75% atau US$ 2,5 milyar pada tahun sebelumnya, demikian juga dengan volume sebanyak 21,2 ton CPO meningkat 14,23% dari tahun sebelumnya. Menurut data dari BPS, diperkirakan ekspor produk kelapa sawit dan turunannya akan terus mengalami kenaikan baik voleme maupun nilainya, dengan tujuan Negara ekspor minyak sawit antara lain: China, Belanda, India, Malaysia, Amerika, Italia, Jerman dan lainnya.(/berbagai sumber/AND)