Latest News
You are here: Home | Agroindustri | Eagle High Plantation Siapkan Rp 500 Miliar Bangun 2 Pabrik di Papua
Eagle High Plantation Siapkan Rp 500 Miliar Bangun 2 Pabrik di Papua

Eagle High Plantation Siapkan Rp 500 Miliar Bangun 2 Pabrik di Papua

Duniaindustri.com (Juni 2016) – PT Eagle High Plantation Tbk (BWPT), emiten perkebunan kelapa sawit, pada tahun ini mengalokasikan belanja modal mencapai Rp400 miliar hingga Rp500 miliar. Dana tersebut akan digunakan untuk membangun dua pabrik di Papua dan Kalimantan Barat.

Sekretaris Perusahaan Eagle High Plantation Rudy Suhendra menjelaskan hingga kuartal I-205 perseroan telah menggunakan belanja modal tersebut sekitar 25% untuk pembangunan pabrik di Kalimantan Barat. “Apabila tidak ada halangan, pabrik ini beroperasi pada kuartal IV-2016,” katanya.

Selain pembangunan pabrik di Kalimantan Barat, belanja modal juga akan digunakan untuk membangun pabrik di Papua. “Pabrik akan memiliki kapasitas 45 juta ton per hari dan bisa ditingkatkan hingga 90 juta ton,” jelasnya.

Lebih rinci, untuk pembagunan pabrik di Kalimantan Barat, perseroan harus menggelontorkan dana sebesar Rp200 miliar, sedangkan pabrik di Papua senilai Rp250 miliar. “Lokasi pabrik yang di Papua akan terletak di Jayapura, dekat dengan lahan Eagle High Plantation sehingga akan menghemat biaya,” tuturnya.

Selain pabrik tersebut, perseroan juga tengah melakukan kajian dan visibilitas untuk area tanam dan pabrik di Sorong.

Sementara itu, tren perusahaan sawit untuk membangun pabrik biogas makin deras. Sedikitnya empat raksasa perusahaan sawit terus berinvestasi membangun pabrik biogas dengan massif, menurut penelusuran duniaindustri.com.

Kabar terbaru, Asian Agri Group, raksasa sawit yang beroperasi di Sumatera Utara, Jambi, dan Riau, hingga 2025 menargetkan pembangunan pabrik biogas sebanyak 20 unit, dengan nilai investasi mencapai US$ 94 juta. “Tahun 2015 kami sudah membangun lima pabrik biogas untuk mereduksi gas rumah kaca.
Pabrik sawit yang mengeluarkan limbah itu ditangkap oleh methan capture, dan diolah untuk menghasilkan listrik,” kata Asrini Subrata, Head of Stakeholders Relation Asian Agri.

Rini mengungkapkan, di Jambi sendiri baru ada satu pabrik biogas. Pabrik tersebut merupakan pabrik biogas pertama yang beroperasi dari perusahaan perkebunan kelapa sawit.

Empat pabrik biogas lainnya ada di Riau, dan Asahan, masing-masing dua unit. Satu pabrik biogas dengan kapasitas 60 ton per jam bisa menghasilkan energi listrik sebesar 2 megawatt (MW).
Kebutuhan listrik di pabrik sawit sendiri tak lebih dari 700 kilowatt sehingga masih ada sisa atau kelebihan listrik (excess power) sebesar 1,3 MW.

Menurut Corporate Communication Asian Agri Group, Elly Mahesa Jenar, potensi listrik yang dihasilkan sebesar 2 MW tersebut mampu untuk menerangi 2.000 rumah. Rencananya excess power yang ada akan dijual ke PLN. “Sekarang ini masih dalam proses penjajakan dengan PLN. Tentu pemerintah harus memberikan dukungan karena di daerah sini masih sangat minim transmisi listriknya,” ucap Elly.

Seperti diketahui, biogas merupakan jenis energi terbarukan yang tepat untuk penyediaan listrik masa depan dengan memanfaatkan limbah cair sawit. Tiga perusahaan perkebunan kelapa sawit lainnya yang berinvestasi di pabrik biogas adalah PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO), PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk (SSMS), dan PT Austindo Nusantara Jaya Tbk (ANJT).

Ekspansi Sampoerna Agro

Sampoerna Agro telah lebih dahulu meresmikan dua pembangkit listrik tenaga biogas (PLTBg) berbasis limbah cair sawit (palm oil mill effluent/POME) yang berkapasitas total sebesar 4 Megawatt (MW) di Kabupaten Ogan Komerling Ilir, Palembang, Sumatera Selatan.

Eka Dharmajanto Kasih, Presiden Direktur Sampoerna Agro, mengatakan biogas merupakan jenis energi terbarukan yang tepat untuk penyediaan listrik masa depan, dan akan meningkatkan ketahanan energi nasional sekaligus mengurangi emisi gas rumah kaca.

“Seperti yang kita ketahui, Indonesia memiliki target 23% energi terbarukan dalam bauran energi nasional yang akan dicapai pada tahun 2025. Untuk itu, kami mendukung program akselerasi penggunaan energi terbarukan oleh Pemerintah tersebut melalui pengembangan pembangkit biogas kami di Sumatera Selatan,” katanya dalam keterangan tertulis.

Sampoerna Agro menerapkan teknologi methane capture yang dihasilkan dari aktivitas bakteri pengurai limbah cair dari pabrik kelapa sawit yang kemudian dialirkan sebagai bahan bakar ke unit pembangkit listrik.

Methane merupakan salah satu energi alternatif sebagai pengganti bahan bakar fosil. Selain itu, emisi GHG yang dihasilkan dari kedua Pabrik Kelapa Sawit Permata Bunda dan Selapan jaya dapat dikurangkan sekitar 88% atau 65 juta kg CO2e dalam periode satu tahun.

Hingga akhir bulan November 2015, dua pembangkit biogas perseroan telah berhasil melayani kebutuhan energi listrik di setidaknya 20 desa atau lebih dari 2.000 kepala keluarga melalui jaringan listik PLN karena justru sebagian besar dari kapasitas terpasang disediakan untuk kebutuhan masyarakat sekitar.

“Kami mendukung percepatan program elektrifikasi pedesaan yang ditargetkan tercapai 100% pada tahun 2019 oleh pemerintah. Ini adalah langkah konkret dari komitmen kami sebagai pelaku energi bersih terbarukan,” ujarnya.

Kejatuhan harga komoditas dunia serta perlambatan ekonomi global disiasati oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit dengan melakukan diversifikasi usaha. Produsen CPO mulai diversifikasi usaha ke pembangkit biogas.

PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk (SSMS) membangun dua pembangkit listrik tenaga biogas (PLTB) di Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, senilai US$ 8 juta. PLTB tersebut untuk mengolah limbah cair sawit menjadi energi listrik.

Rimbun Situmorang, Direktur Utama Sawit Sumbermas, mengatakan perseroan berencana mengolah limbah cair sawit menjadi energi listrik dengan membangun PLTB berkapasitas 2 megawatt (MW). Sementara itu, kebutuhan listrik yang dibutuhkan perseroan sekitar 1,4 MW-1,6 MW.

“Kami berencana membangun dua pembangkit listrik tenaga biogas di Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, dengan nilai investasi berkisar US$ 4 juta per satu pembangkit. Dananya bisa kami dapatkan dari kas internal maupun pinjaman,” ujar Rimbun.

Kedua PLTB akan dimulai pembangunannya Agustus 2015. Proses penyelesaian konstruksi diperkirakan membutuhkan waktu 20 bulan. Jika telah beroperasi, dua PLTB Sawit Sumbermas ini nantinya digunakan untuk mencukupi kebutuhan listrik perseroan. Selain itu, perseroan juga berencana untuk menjual listrik tersebut ke PT PLN (Persero).

PT Austindo Nusantara Jaya Tbk (ANJT) juga akan menambah kapasitas lini bisnis pembangkit listrik berbasis biogas di Belitung sebesar 0,6 megawatt. Sebelumnya Austindo melalui PT Austindo Aufwind New Energy (AANE) telah memiliki pembangkit listrik dengan kapasitas terpasang 1,2 megawatt dengan kontrak kerjasama PPA (power purchace agreement) dengan PT PLN (Persero) mencapai 15 tahun hingga 2028.

Untuk ekspansi ini, perseroan telah menandatangani memo kesepakatan dengan PLN Bangka Belitung pada 8 Oktober 2014 untuk penjualan tambahan listrik melalui ekspansi kapasitas sebesar 0,6 megawatt dengan harga Rp 1.575/Kwh. Dengan rampungnya proyek tersebut, total kapasitas pembangkit listrik perseroan naik menjadi 1,8 megawatt.(*/berbagai sumber/tim redaksi 03)

datapedia

DIVESTAMA2 (1)

desainbagus kecil

d-store

CONTACT US BY SOCIAL MEDIA:

TwitterLogo Like-us-on-Facebook

logo slideshare google-plus-logo

watch_us_on_youtube