Latest News
You are here: Home | Baja | Cari Lahan di Jatim, Wisco Gandeng Sinarmas Bangun Pabrik Baja US$ 5 Miliar
Cari Lahan di Jatim, Wisco Gandeng Sinarmas Bangun Pabrik Baja US$ 5 Miliar

Cari Lahan di Jatim, Wisco Gandeng Sinarmas Bangun Pabrik Baja US$ 5 Miliar

Duniaindustri.com (Maret 2014) — Perusahaan baja asal China, Wuhan Iron and Steel Group (Wisco), menyatakan berminat berinvestasi di Indonesia dengan cara membangun pabrik baja terintegrasi berkapasitas 5 juta ton senilai US$ 5 miliar. Wisco akan menggandeng Sinarmas Group sebagai partner lokal.

Jajaran direksi perusahaan itu mendatangi Kementerian Perindustrian untuk meminta rekomendasi lokasi mendirikan pabrik. “Mereka itu mencari lokasi, dan tadi sudah naik helikopter meninjau. Di Jawa Barat tidak mungkin, karena dia butuh pelabuhan dengan kedalaman laut yang cukup, sehingga saya menawarkan di Jawa Timur,” kata Menteri Perindustrian (Menperin) MS Hidayat seusai pertemuan dengan jajaran Direksi Wisco di Jakarta.

Menurut Menperin, Wisco merupakan perusahaan baja yang ditunjuk langsung oleh pemerintah setempat untuk berinvestasi di Indonesia, sebagai wujud implementasi perjanjian antara Presiden RI dan China Oktober lalu.

“Mereka investasi lebih dari lima miliar dolar AS secara bertahap. Mereka bisa memulainya segera, kalau mereka sudah mendapatkan lokasi,” kata Menperin.

Menurut Menperin, Wisco telah menggandeng Grup Sinar Mas dalam rencana investasinya itu untuk memproduksi seluruh jenis besi baja. Sinar Mas akan bertindak selaku perusahaan rekanan lokal yang bertugas mengatasi problem dalam negeri.

“Nanti ‘partner local’ juga bisa mempelajari teknologinya. Penunjukan Sinar Mas itu dilakukan sendiri oleh mereka (Wisco),” ujar Menperin.

Menperin mengatakan Wisco membutuhkan lahan sekitar 1.500 hektar untuk menjalankan bisnis investasinya. Dalam pertemuan tersebut dirinya telah menyampaikan bahwa penentuan lokasi pembangunan pabrik di Indonesia memerlukan waktu, terkait regulasi dan upaya pembebasan lahan.

“Saya pikir dengan kebutuhan mereka atas pelabuhan, kedekatan dengan sumber daya dan listrik, maka saya usulkan di Jawa Timur, tetapi di luar Surabaya. Nanti sumber dayanya bisa ambil dari Kalimantan kan tidak jauh,” kata dia.

Menperin mengatakan bahwa Wisco akan memproduksi besi baja dengan kapasitas lima juta ton. Hal ini akan menjadi peluang substitusi impor bagi Indonesia.

“Kapasitas nasional baja kita kan hampir 10 juta ton, sedangkan produksi kita kan kira-kira lima sampai enam juta ton, dan ada peningkatan kebutuhan setiap tahun lebih dari 10 persen. Dengan adanya Wisco ya bagus, bisa substitusi impor, sekarang kan masih impor,” paparnya.

Pasar baja Indonesia pada 2013 ditaksir mencapai Rp 71,05 triliun, naik 7% dari 2012 sebesar Rp 66,4 triliun. Tim duniaindustri.com memperhitungkan nilai pasar baja Indonesia di 2013 sesuai prediksi Indonesia Iron and Steel Industry Association (IISIA) yang menargetkan konsumsi baja di dalam negeri pada 2013 meningkat 7% menjadi 10,97 juta ton dari 10,25 juta ton pada 2012.

Namun, harga baja dunia (baja canai panas/HRC yang menjadi patokan harga baja dunia) di akhir 2012 turun ke level US$ 570-590 per ton dari posisi akhir 2011 sebesar US$ 690-720 per ton. Penurunan harga baja dunia bisa mempengaruhi nilai pasar baja Indonesia di 2013.

Prediksi peningkatan konsumsi baja di Indonesia didasarkan pada peningkatan investasi di sektor manufaktur, otomotif dan realisasi pembangunan sejumlah proyek infrastruktur pemerintah. Pertumbuhan industri baja pada tahun depan masih prospektif sepanjang industri dan kondisi ekonomi global terus membaik.

“Bertambahnya realisasi investasi di bidang manufaktur dan meningkatnya konsumsi kendaraan bermotor serta proyek infrastruktur yang terus berjalan sangat mempengaruhi pertumbuhan industri baja di 2013,” kata Ketua IISIA, Irvan Kamal Hakim.

Dengan adanya perlambatan ekonomi di China akibat krisis global, menurut Irvan, harga jual baja tertekan seiring over supply akibat penurunan permintaan. “Jika kondisi ekonomi China pada tahun depan dapat kembali rebound, pasar baja nasional ikut membaik. Diproyeksikan konsumsi baja di 2013 bisa meningkat 7%,” paparnya.

Menteri Perindustrian MS Hidayat mengatakan, pemerintah akan memperkuat sektor industri baja nasional untuk mengurangi impor bahan baku industri. “Kami akan memperkuat industri dengan memperkuat sektor hulu hingga hilir dengan memperkuat sektor baja agar produksi meningkat. Diharapkan produk baja bisa mensubtitusi barang impor,” ujarnya.

Hidayat menambahkan, krisis yang melanda Amerika dan Eropa tidak akan memberikan dampak yang signifikan jika industri di dalam negeri terus tumbuh. “Kinerja ekspor yang akan menurun akibat krisis di Amerika dan Eropa bisa diantisipasi dengan penguatan industri dalam negeri,” tandasnya.

Pasar baja di Indonesia diperkirakan naik 7,9% di 2012 menjadi 10,25 juta ton dibanding 2011. Jika harga baja dunia—menurut Middle East Steel—mencapai US$ 690-720 per ton di Januari 2012, maka pasar baja di Indonesia ditaksir senilai US$ 7,38 miliar atau Rp 66,4 triliun pada tahun ini.

Nilai pasar baja di Indonesia dihitung tim redaksi duniaindustri.com berdasarkan data World Steel yang disesuaikan dengan data Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan Indonesian Iron and Steel Industry Association (IISIA). Harga baja yang digunakan merujuk pada data Middle East Steel—lembaga riset baja—yang menyebutkan harga baja canai panas (hot rolled coils/HRC) yang menjadi patokan harga baja dunia mencapai US$ 690-720 per ton.

Nilai pasar baja di Indonesia di 2012 diperkirakan naik 4,2% dibanding 2011 sebesar Rp 63,7 triliun. Peningkatan dipicu oleh konsumsi baja di sektor konstruksi dan manufaktur yang diperkirakan naik sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang diramalkan bisa mencapai 6,5%. Sektor konstruksi diperkirakan tumbuh 7,3%, sedangkan dan sektor manufaktur ditargetkan tumbuh di atas 6,5%.

Khusus kebutuhan baja di dalam negeri, selain ditopang pertumbuhan ekonomi, konsumsi baja juga didorong oleh peningkatan produksi otomotif. Indonesia termasuk salah satu konsumen sekaligus produsen baja yang besar. Namun yang terjadi saat ini, produksi baja nasional tidak pernah seimbang dengan konsumsi kebutuhan dalam negeri.

World Steel Association menyatakan produksi baja di Indonesia berkisar antara 3,5 – 4,2 juta ton per tahun sepanjang 2005-2009. Dengan produksi sebesar itu, Indonesia menempati urutan ke-34 produsen baja terbesar di dunia.

Asosiasi Baja Dunia merekap data produksi baja dari 170 perusahaan baja skala besar, termasuk 18 dari 20 perusahaan baja terbesar di dunia. Data produksi baja dari Asosiasi Baja Dunia merepresentasikan 85% produksi baja global.

Pada tahun ini, Kementerian Perindustrian menargetkan produksi baja nasional diperkirakan mencapai 6-6,5 juta ton. Sehingga masih terjadi defisit pasokan baja di dalam negeri mencapai 3-3,5 juta ton. Defisit pasokan itu terpaksa harus dipenuhi dari impor.(Tim redaksi 01)