Latest News
You are here: Home | Farmasi | BPJS Beroperasi, Produsen Farmasi Berlomba Tingkatkan Kapasitas Produksi
BPJS Beroperasi, Produsen Farmasi Berlomba Tingkatkan Kapasitas Produksi

BPJS Beroperasi, Produsen Farmasi Berlomba Tingkatkan Kapasitas Produksi

Duniaindustri.com (Januari 2014) — Seiring dengan beroperasinya sistem jaminan kesehatan nasional yang berlaku per 1 Januari 2014, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 27 Desember 2013 lalu telah menandatangani Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan. Para produsen farmasi pun saling berlomba untuk mendapatkan peluang emas tersebut dengan meningkatkan kapasitas produksinya.

Dalam situs resmi Sekretariat Kabinet dijelaskan, Perpres yang baru ini menegaskan bahwa Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan merupakan badan hukum publik yang bertanggung jawab kepada Presiden.

Perpres ini menekankan, Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta PBI Jaminan Kesehatan dibayar oleh pemerintah, Iuran Jaminan Kesehatan bagi penduduk yang didaftarkan oleh pemerintah daerah dibayar oleh pemerintah daerah, Iuran Jaminan Kesehatan bagi peserta Pekerja Penerima Upah dibayar oleh pemberi kerja dan pekerja, sedangkan Iuran Jaminan Kesehatan bagi Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja dibayar oleh peserta yang bersangkutan.

Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Jaminan Kesehatan serta penduduk yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah adalah sebesar Rp 19.225. Adapun Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang terdiri atas PNS, Anggota TNI, Anggota Polri, Pejabat Negara, dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri sebesar 5 persen dari Gaji atau Upah per bulan, dengan ketentuan 3 persen dibayar oleh pemberi kerja, dan 2 persen dibayar oleh peserta.

Adapun Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja Penerima Upah selain di atas yang dibayarkan mulai 1 Januari 2014 30 Juni 2015 adalah 4 persen dari Gaji atau Upah per bulan, dengan ketentuan 4 persen dibayar oleh pemberi kerja dan 0,5 persen dibayar oleh peserta.

Namun, mulai 1 Juli 2015, pembayaran iuran 5 persen dari Gaji atau Upah per bulan itu menjadi 4 persen dibayar oleh pemberi kerja, dan 1 persen oleh peserta. “Iuran sebagaimana dimaksud dibayarkan secara langsung oleh Pemberi Kerja kepada BPJS Kesehatan,” bunyi Pasal 16C Ayat (3) Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013 itu dalam situs resmi Setkab.

Adapun Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja terdiri atas Rp 25.500 per orang per bulan dengan Manfaat pelayanan di Kelas III, Rp 42.5000 untuk ruang perawatan Kelas II dan Rp 59.500 untuk ruang perawatan Kelas I.

Pembayaran Iuran dilakukan paling lambat tanggal 10 setiap bulan, dan apabila ada keterlambatan dikenakan denda administratif sebesar 2 persen dari total iuran yang tertunggak paling banyak untuk waktu 3 (tiga) bulan.

“Besaran Iuran Jaminan Kesehatan ditinjau paling lama 2 (dua) tahun sekali yang ditetapkan dengan Peraturan Presiden,” tegas Pasal 16I Perpres ini.

Saling Berlomba
Kementerian Kesehatan telah menyiapkan roadmap kebijakan obat nasional, guna menjamin ketersediaan obat, menjelang beroperasinya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan pada tahun 2014. Saat PBJS berjalan, kebutuhan obat diperkirakan naik hingga 2,5 sampai 3 kali lipat. Kemenkes optimis kapasitas produksi perusahaan farmasi Indonesia masih bisa memenuhi peningkatan permintaan hingga 3 kali lipat. Cakupan obat publik yang dibeli pemerintah saat ini baru menjangkau 95 juta orang, sisanya masyarakat membayar sendiri. Dengan berlakunya BPJS kesehatan di 2014, kebutuhannya bisa untuk memenuhi sekitar 240 juta orang.

Saat ini, industri farmasi saling berlomba untuk membuat obat generik dan memasukan produk mereka dalam Daftar dan Plafon Harga Obat (DPHO).
Potensi pertumbuhan pasar obat generik dan alkes diperkirakan mencapai Rp 9,2 triliun seiring peningkatan permintaan dengan adanya program SJSN. Berdasarkan data International Marketing Services (IMS) Health, Indofarma memimpin pasar obat generik nasional dengan pangsa 17,59% dengan nilai penjualan sebesar Rp 521,5 miliar di 2011. PT Kimia Farma Tbk (KAEF), emiten farmasi milik negara, menguasai 14% pasar obat generik nasional dengan penjualan sebesar Rp 416,7 miliar, kemudian PT Hexpharm Jaya dengan pangsa pasar 14%. Nilai pasar obat generik nasional di 2011 mencapai Rp 2,96 triliun, atau 11,8% dari total pasar obat resep nasional sebesar Rp 25 triliun.

PT Kimia Farma Tbk (KAEF) dan PT Indofarma Tbk (INAF), dua emiten farmasi milik negara, berencana memproduksi obat baru untuk mengantisipasi penerapan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Produksi obat baru untuk memenuhi peningkatan permintaan seiring penerapan SJSN di 2014. Kimia Farma akan memproduksi dan memasarkan 11 item obat kanker. Sedangkan Indofarma akan memproduksi 15 item obat baru. PT Indofarma Tbk juga akan meningkatkan kapasitas produksi obat generik hingga mencapai 6,9 miliar tablet pertahun pada akhir 2013, naik 200% dibanding kapasitas produksi saat ini 2,3 miliar tablet pertahun.

PT Dexa Medica akan meningkatkan kapasitas produksi dari 1,5 miliar tablet obat generik menjadi 2 miliar tablet untuk memnuhi pertumbahan di 2014. Saat ini, Dexa Medica menguasai 19% pasar obat generik nasional.

PT Kalbe Farma Tbk memproyeksikan pertumbuhan penjualan obat generik perusahaan tumbuh di atas 20-25% seiring penerapan SJSN di 2014. Kalbe Farma telah menyelesaikan pembangunan pabrik baru obat generik yang menelan investasi sebesar Rp 150 miliar. Meskipun kontribusi penjualan obat generik dari Kalbe Farma hanya memberi kontribusi 2-3% terhadap penjualan Kalbe Farma, tetapi Kalbe Farma akan serius untuk membidik pasar obat generik.

Ternyata, banyak Pemilik Modal Asing (PMA) juga melirik peluang SJSN ini, salah satunya adalah PT Pfizer Indonesia. Pfizer Indonesia, produsen farmasi asing asal Amerika Serikat, membangun pabrik baru untuk memproduksi obat generik dengan menelan investasi senilai US$ 3 juta di Bogor, Jawa Barat. Dengan pabrik baru itu, kapasitas produksi perusahaan akan meningkat 50% menjadi 300 juta tablet per tahun dari sebelumnya 200 juta tablet per tahun.(*/berbagai sumber)